bangunlah, dik.
Doamu sudah menjelma mentari, degup jantung, ranum embun di atas daun daun.
Jejak rembulan yang kau peluk dalam tidur.
Kembali pada langitnya, kembali pada tafakkur.
Membiarkanmu, sesosok sendu dalam pekur.
Gelap patah di simpang akhir malam tadi, dik.
Berlalu pelan menimpali detik jam,
dengan iringan lembut suara adzan.
Dan subuh, yang kerap tak kau hiraukan
Bangunlah, dik.
Aroma keringat menantimu di ujung jalan.
Lagu kemarau sudah lama menyingkir entah kemana.
Dan hujan hujan saban hari mengakrabi kepapaan.
Kau mesti pandai menyiasati sandiwara itu.
Ambil peduli. Jangan kau terlantarkan
jalan jalan panjang yang mesti dituntaskan.
Bangunlah, dik.
Kalender di dinding masih melompang.
Dan kau yang akan mengisinya.
Dengan coretan tentang rembulan; masa depan.
Jember, 07 Desember 2011